Selasa, 12 Februari 2013

Pers Dan Kegalauan Pejabat




           
            Masihkan media  massa mampu menjadi pilar keempat  Demokrasi ?  Sesuai  urutan pilar demokrasi  diantaranya  eksekutif, yudikatif, legislative  baru  pers atau media massa.Tentunya dengan pilar keempat pers memiliki kekuasaan yang luar biasa, tentunya pers  tak luput dari godaan ataupun rayuan sehingga pers akan berbelok tidak lagi jadi pers yang murni memperjuangkan rakyat dan ikut mengembangkan demokrasi, tapi berbelok pada kepentingan,kelompok,  kapitalis ataupun pemodal, penguasa ataupun pers partisan.  
Oleh karenanya sudah saatnya pers harus kembali pada jati dirinya harus mampu  kembali jati diri pers yang  betul murni memperjuang  kepentingan rakyat.Tentunya kekuasaan  kebebasan pers tidak sampai di salah gunakan dan harus bertanggung jawab. Pena pers yang cukup tajam harus sesuai ketentuan dalam menggunakan, sudah ada payung hukumnya UU Pokok Pers  No. 40  tahun 1999

Menurut Pasal 1 butir 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pers, yang dimaksud dengan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Tentunya dengan aturan yang cukup jelas tidak perlu ada kriminalisasi terhadap wartawan, sudah bukan saatnya lagi ada oknum yang melakukan penganiayaan terhadap wartawan, karena aturanya sudah cukup jelas bahkan landasanya sudah tak perlu diragukan lagi.

Landasan konstitusi dari hukum Pers adalah UUD 1945 (AMANDEMEN) terutama yang tercantum dalam Pasal 28 yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
 Tentunya yang kerap menjadi kegalauan utamanya para pejabat, bila pers salah menggunakan pedang, pena pers bila salah menggunakan akan berakibat fatal pada seseorang yang terkena sabetan, oleh karenanya harus  hati hati dan bertanggung jawab. Bahkan Napoleon Bonaparte. Panglima perang Perancis itu pernah mengatakan bahwa pena wartawan lebih tajam dan mematikan dibanding pedang. Mengacu pada relevansi tersebut pena haruslah digunakan untuk mematikan kejahatan dan menghidupkan kebaikan. “Kalau kita salah salah menggunakan pedang atau pena maka akan menimbulkan malapetaka dan ketidakadilan,”  seperti disampaikan Presiden  Soesilo Bambang Yudoyono dalam puncak HPN ke 28.
“Kita membunuh dan menusuk secara sembarangan tentu itu menimbulkan ketidakadilan. Setetes darah dari siapa pun yang ditusuk baik dari pedang atau pena, padahal orang itu tidak bersalah, maka akan berubah menjadi ketidakadilan,” Kepala Negara mengingatkan.

Dalam setiap peringatan HPN, Presiden SBY selalu melihat adanya semangat untuk perbaikan dan pembaharuan dari insan pers. Presiden juga mengucapkan terima kasih atas kontribusi pers dan media dalam memekarkan kehidupan demokrasi di Indonesia.(****)
.