Masihkan
media massa mampu menjadi pilar keempat Demokrasi ?
Sesuai urutan pilar
demokrasi diantaranya eksekutif, yudikatif, legislative baru pers atau media massa.Tentunya dengan pilar
keempat pers memiliki kekuasaan yang luar biasa, tentunya pers tak luput dari godaan ataupun rayuan sehingga
pers akan berbelok tidak lagi jadi pers yang murni memperjuangkan rakyat dan
ikut mengembangkan demokrasi, tapi berbelok pada kepentingan,kelompok, kapitalis ataupun pemodal, penguasa ataupun
pers partisan.
Oleh karenanya sudah saatnya pers
harus kembali pada jati dirinya harus mampu
kembali jati diri pers yang betul
murni memperjuang kepentingan rakyat.Tentunya
kekuasaan kebebasan pers tidak sampai di
salah gunakan dan harus bertanggung jawab. Pena pers yang cukup tajam harus
sesuai ketentuan dalam menggunakan, sudah ada payung hukumnya UU Pokok Pers No. 40 tahun
1999
Menurut Pasal 1 butir 1,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pers,
yang dimaksud dengan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia. Tentunya dengan aturan yang cukup jelas tidak perlu ada
kriminalisasi terhadap wartawan, sudah bukan saatnya lagi ada oknum yang
melakukan penganiayaan terhadap wartawan, karena aturanya sudah cukup jelas
bahkan landasanya sudah tak perlu diragukan lagi.
Landasan konstitusi dari hukum Pers
adalah UUD 1945 (AMANDEMEN) terutama yang tercantum dalam Pasal 28 yang
menyatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Tentunya yang kerap menjadi kegalauan utamanya
para pejabat, bila pers salah menggunakan pedang, pena pers bila salah
menggunakan akan berakibat fatal pada seseorang yang terkena sabetan, oleh
karenanya harus hati hati dan
bertanggung jawab. Bahkan Napoleon Bonaparte. Panglima perang Perancis itu
pernah mengatakan bahwa pena wartawan lebih tajam dan mematikan dibanding
pedang. Mengacu pada relevansi tersebut pena haruslah digunakan untuk mematikan
kejahatan dan menghidupkan kebaikan. “Kalau kita salah salah menggunakan pedang
atau pena maka akan menimbulkan malapetaka dan ketidakadilan,” seperti disampaikan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono dalam puncak HPN ke
28.
“Kita membunuh dan menusuk secara
sembarangan tentu itu menimbulkan ketidakadilan. Setetes darah dari siapa pun
yang ditusuk baik dari pedang atau pena, padahal orang itu tidak bersalah, maka
akan berubah menjadi ketidakadilan,” Kepala Negara mengingatkan.
Dalam setiap peringatan HPN, Presiden SBY selalu melihat
adanya semangat untuk perbaikan dan pembaharuan dari insan pers. Presiden juga
mengucapkan terima kasih atas kontribusi pers dan media dalam memekarkan
kehidupan demokrasi di Indonesia .(****)
.